Baby Breath (Sasuhina ffn) ch. 1

 Baby Breath (Sasuhina ffn) ch. 1


Disclaimer : Masashi kishimoto
Baby breath by R-daisy
Rate M for safe.
Warning : AU, OOCCrackpair, Gaje, Typos, terkadang tidak sesuai EYDslight Sasusaku etc.
DLDR




Summary...

Hinata adalah gadis sederhana yang suka ketulusan. Kedamaian adalah jalan tempuhnya. Lalu menjadikan cinta sejati sebagai impiannya. Tapi untuk hidupnya sekarang, Hinata tak menuntut cinta karena sadar pernikahannya sebuah keterpaksaan. Dia juga tak menuntut soal uang. Bukan berarti dia diam saja jika diperlakukan seperti buangan. Jadi pandanglah dia sebagai istri sah, walaupun posisinya sebagai istri kedua itu tak diinginkan.

.

.

.

Ketika waktu sudah menunjukkan angka sepuluh, wanita yang tengah duduk sendirian itu menyeruputkan ice tea miliknya. Manik bulannya memandang bongkahan beberapa es di gelas cantik itu. Ia menarik garis bibirnya agak cembung ke bawah.

Bukan tanpa alasan ia seperti ini. Suasana hati buruk dan seakan ingin melahap orang di dekatnya. Jujur sejak setengah jam yang lalu, telinganya sudah panas mendengar berbagai gunjingan tentangnya dari para gadis yang duduk di seberangnya.

Ini semua berawal dari gosip yang mereka lihat di SNS. Sumber sosok yang mendapat gunjingan tersebut tak lain dan tak bukan adalah Uchiha Sasuke, ia adalah suaminya yang tak bertanggung jawab. Sedangkan dirinya sendiri adalah Uchiha Hinata, istri keduanya yang tentunya sah.

Ingatan Hinata kembali berputar tentang acara semalam yang ia tonton. Waktu itu ada ajang perhargaan yang paling bergensi di Jepang. Hal yang mengejutkannya adalah suaminya datang ke acara tersebut. Yang ironisnya, ia terlihat menggandeng seorang gadis muda yang bukan istrinya.

Gadis itu dipanggil Shion, sang aktris pendatang baru yang melejit lewat film layar lebar.

Karena seringnya mereka tertangkap tampil bersama di depan kamera, ada yang bilang sang Uchiha akan menikah lagi. Pertama Hinata biasa saja mendengar gosip tersebut, namun lama-lama ia jengah juga karena gosip itu semakin aneh.

"Hei, aku dengar Sasuke-kun tak pernah mencintai istri barunya"

"Oh ya?"

Hinata mengiyakan dalam hati.

"Siapa namanya?"

"Hirata... Hinaka... Hina apa gitu,"

Hinata! Uchiha Hinata namanya.

"Hinata, Hinata nama ya."

"Cantik gak?"

"Kurasa tak lebih cantik dari Shion."

Mereka pasti bergurau. Sontak sudut mata Hinata berkedut. Ia bahkan tak pernah muncul di depan media sebagai istri dari Uchiha Sasuke. Pernikahan mereka di musim semi pun diadakan secara tertutup. Bagaimana bisa mereka berasumsi seperti itu?

"Terus yang kudengar dia dibesarkan dari tempat panti."

Hinata kembali menajamkan telinga. Dia tak menyanggah pembicaraan mereka tentang dirinya, kenyataannya dia memang yatim piatu.

"Oh..."

"Mungkin dia ingin menaikkan statusnya. "

Hinata tak pelak mendesah. Status? Mungkin sudah lama ia mendapatkannya tanpa harus menempel pada orang lain. Tapi ia tak butuh hal itu dalam hidupnya, baginya kedamaian adalah nomor satu.

"Jelaslah... Sasuke-kun kan pengusaha sukses... Cara instan untuk hidup enak dan bermartabat ya.. menikahi orang kaya!"

'Kalau itu jelas salah!'

Hinata bukan gila harta. Ia bahkan belum memakai sepeserpun uang nafkah dari Sasuke yang selalu terisi penuh di rekeningnya. Yah, meski pun terkadang Hinata tergoda untuk memakainya sebagai rasa kesal. Tetapi masa' untuk membeli cinnamon roll kesukaannya ia harus memakai uang pria itu. Hinata tak terlalu miskin amat untuk mengisi perutnya, dia punya tabungan sendiri dan kerja sambilan.

Persetan dengan itu semua!

"Tapi ada yang lebih menghebohkan lagi!"

"Apa tuh?"

Para gadis itu sontak saling menunduk seolah tengah berbisik-bisik.

"Si Hinata itu pernah meracuni istri pertama Sasuke-kun."

"Oh ya? Ikh, jahat banget ya!"

"Kok ada ya orang kayak gitu."

"Tega ya.."

"Bukan! Istri pertamanya yang justru meracuni Hinata, dan malah racun itu jadi berbalik padanya. Itu karma!"

"Mana sih yang benar?"

"Tapi bisa jadi tuh!"

Hinata mengepalkan tangan, yang benar Sakura dan dirinya turut keracunan makanan.

"Tapi, bukannya Hinata juga keracunan ya? Dia bahkan dilarikan ke rumah sakit. Justru yang kudengar kalau Sasuke-kun punya kekasih gelap dan dialah yang mencoba menyingkirkan semua istrinya."

Kenapa gosipnya jadi tambah liar? Kekasih gelap? Hinata pun tak ayal tertawa batin.

Pria Uchiha itu bahkan terpaksa menikahinya di karenakan paksaan ayahnya. Sasuke adalah pria yang sangat mencintai dan memanjakan Sakura, jadi tak mungkin Sasuke jatuh cinta dengan cepat. Kalau pun bosan, dia lebih suka berkutat dengan pekerjaannya.

Persoalan kedekatannya dengan Shion itu masalah pekerjaan, jadi jangan harap mendapatkan hatinya. Karena Sasuke itu bukan pria murahan.

Seandainya Uchiha Itachi tidak meninggal tepat di hari pernikahannya, mungkin sampai detik ini Hinata akan duduk manis minum teh bersama Itachi.

"Bukannya Hinata yang punya kekasih gelap? Dia bahkan ingin bercerai."

'Eh, kenapa sekarang giliranku yang punya kekasih gelap?'

"Tapi, bukannya pihak keluarga Sasuke-kun melarangnya? Soalnya hanya Hinata yang tau di mana surat wasiat almarhum Uchiha Madara di simpan."

"Lha, kan bisa saja mereka mengancam Hinata untuk buka mulut! Jadi dari awal tak perlu ada pernikahan. Dengan begitu masalah selesai."

"Itu tak semudah yang kau pikirkan."

"Itu benar. Waktu Uchiha Madara masih hidup, ia bersikeras menikahkan anak angkatnya dengan cucunya. Jadi sebelum meninggal, ia berpesan kalau mereka membatalkan pernikahan maka warisan gak akan keluar."

Hinata terdiam. Informasi tentang surat wasiat ternyata sudah menyebar. Ingatannya kemudian berputar ke belakang; di mana almarhum Madara meninggal dunia. Kedua alisnya mengernyit sakit. Itu adalah hari-hari yang berat baginya.

"Kalau mereka tak melaksanakan pernikahan itu... konsekuensinya apa?"

"Otomatis 89 % warisan akan disumbangkan ke panti asuhan. Sisanya untuk Uchiha Sasuke."

Masih setia menguping, Hinata mengakui keakuratan pembicaraan mereka. Ia justru bertanya-tanya, bagaimana bisa hal yang harusnya menjadi masalah dapur rumah tangga itu berubah menjadi sajian masyarakat umum?

"Wah, itu besar juga ya? Bisa-bisa kerabat yang lain gak dapat jatah."

"Nah!"

Lagi-lagi wanita itu membenarkannya, kecuali kekasih gelap dan surat wasiat yang di pegang Hinata.

Surat itu sebenarnya dipegang oleh sang pengacara -Nara Shikamaru. Dialah dalang di balik permasalahan yang telah ia buat. Hinata jadi harus menikahi Sasuke. Ini adalah siasat darurat yang dilakukannya agar tidak menyebabkan kegaduhan yang lebih besar lagi.

Padahal kenyataannya, Hinata tak tahu menahu soal isi surat itu apalagi di mana itu disimpan. Entah itu bisa di tangan Shikamaru, atau tangan Uchiha Izuna -adik dari mendiang Uchiha Madara. Intinya, untuk mengetahui isi surat itu, keluarga Uchiha harus pandai melobi Hinata. Dan sampai saat ini hanya Uchiha Fugaku yang mengikat dirinya dengan putra kesayangannya Sasuke.

"Lagian si Hinata ini siapa sih!?"

"Banyak yang bilang kalau Hinata anak kesayangannya Uchiha Madara."

"Tapi, ada yang bilang Hinata merayu Madara untuk mengincar hartanya. Buktinya sekarang dia dapat jatah dari kakek itu."

"Kalau pun benar, dia gak tau malu ya... Padahal umurnya terpaut jauh."

"Ya, namanya juga hidup, semua membutuhkan uang, apapun bisa dilakukan demi mendapatkannya."

Demi jiwanya yang masih bersemayam di raga, dia bertanya-tanya, apa kira dosanya sehingga dapat fitnah seperti itu?

Dengan rasa kesal Hinata pun bangkit dari kursi. Suara pergesekan kursinya yang keras itu seakan menandakan keberadaannya. Para gadis yang asyik bergosip itu tersentak. Mata mereka sontak mengarah pada Hinata yang tepat berdiri di samping mereka.

Hinata menyunggingkan senyuman yang bila terlihat maka seseorang akan mati dibuatnya. Lalu menurunkan kacamata hitamnya yang menampakkan mata pucatnya yang khas. Para gadis itu lantas tak dapat menyembunyikan wajah bingung.

Manik bulan indahnya kemudian tak sengaja melihat barang gadis itu tergeletak manis di bawah kaki. Tiba-tiba sebuah ide terbesit di benaknya, yang entah di mana Hinata yang tak pendendam itu dengan sengaja menyenggol minuman salah seorang gadis yang dia perhatikan banyak bicara buruk tentangnya.

"Akh! Apa-apaan kau ini!"

"Ups, maaf!" Hinata -berpura-pura panik- bersegera mengelap rok putih seorang gadis yang telah ternodai oleh minuman, "Aku baru mau mengambil kipasmu yang jatuh, Nih! Maaf ya..." Imbuhnya yang menyerahkan barang itu.

Hinata -masih dengan aktingnya- tersenyum simpati sedangkan sang gadis mengerutkan keningnya, menggerutu -bersumpah serapah- segala macam. Sepertinya Hinata tak sadar membuat suasana buruk sang gadis jadi bertambah.

Dan ketika Hinata memberi uang untuk biaya laundry sebagai permintaan maaf, gadis itu malah pergi seraya menabrak bahunya dengan marah-marah, yang tak lama diikuti oleh teman-temannya. Setelah itu Hinata tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Dasar anak jaman sekarang ck ck ck..."

Lalu dengan elegan Hinata melangkah keluar seiring memasang kacamatanya kembali. Sudah saatnya membuat perhitungan dengan suaminya.

.

.

.

Karin melebarkan langkahnya. High heels merahnya menggema keras di lorong. Tergesa-gesa seolah-olah ada yang lebih penting dibandingkan bedak yang belum dioleskan ke wajahnya. Dokumen yang seharusnya ditaruh ke atas meja bosnya kini masih dipeluk erat olehnya.

Seandainya juniornya tak mengabarinya lewat pesan mungkin saat ini dia masih berkutat di ruang rapat, mendengar para dewan saling tarik urat nadi dengan bosnya. Sambil melirik jam di tangannya, dia menuju ruang rapat.

Kemudian dia mencoba mengingat hari yang tiba-tiba saja seolah hilang ingatan. Hari senin yang padat; para karyawan yang sibuk mondar-mandir, rapat yang ketat, kemarahan besar presdir, dan Suigetsu yang mengambil cuti.

Karin mendengus. Dari sekian banyak hari kenapa wanita itu memilih hari ini sih!?

Ternyata kelembutan bisa mendatangkan badai.

Ya, wanita itu. Uchiha Hinata. Si biang kerok yang membuat semuanya berubah, mulai dari perusahaan sampai dirinya pun ikut terseret. Bak ratu yang kedatangannya akan membuat semua orang sekelilingnya bersimpuh itu sungguh menyita perhatian. Memandanginya penuh dengan lapar seolah wanita itu mangsanya. Lalu sebentar lagi, Karin bisa menjamin wanita itu akan merampas hari liburnya.

'Suigetsu, cepat kembali!' Karin terbakar kesal.

Kalau saja bosnya memperlakukan istri keduanya dengan baik, kedatangan wanita itu tak akan membuatnya panik. Pasalnya seluruh jajaran dewan -ah tidak!- bahkan semua orang telah mendengar desas-desus kalau hubungan mereka tidak harmonis. Apalagi soal si bos yang menggandeng wanita baru, yang artinya kalau hubungan pernikahan yang baru bersemi itu akan gugur dengan cepat. Dan hal itu akan membuka lebar kesempatan mereka untuk mendekati sang kunci -Hinata- dengan mudah. Kendati begitu, bosnya malah tampak santai.

Pongahnya sang bos malah berkata, "Kalau dia membutuhkanku dia bisa datang... Yang menginginkannya kan bukan diriku tapi Ayah dan mereka."

Setibanya di ruang rapat matanya langsung mendapati juniornya masih menunggu. Kegugupan sungguh tercermin di wajahnya.

"Ah, Senior Karin!" Serunya yang berubah lega.

"Sari, kenapa kau ada disini? Bagaimana dengan Hinata-san? Apa kau sudah memberinya jamuan?"

"Sudah," Sahutnya seiring menatap mengiba kepada Karin, "Hanya saja dia juga menginginkan Senior, dan sekarang sedang menunggu didalam." Imbuhnya.

Karin langsung menggigit kukunya. Junior yang lebih muda tiga tahun darinya itu lantas menunduk, dia jelas terlihat tidak berguna di hadapan Hinata, mengingat dia baru pertamakali melihat wanita itu. Hinata pasti datang mengorek informasi darinya, dan Karin tidak mau menghadapi hal yang lebih merepotkan di hari sibuknya.

"Tidak perlu, Pak Direktur sebentar lagi keluar." Hm, tinggal lima menit sebelum rapat tersebut selesai pikirnya.

"Sekarang kau kembali ke tempatmu, dan sampaikan pada Hinata-san tentang hal ini."

"Baik, Senior."

Dan setelah bayangan junior menghilang dari lorong, bersamaan itu para dewan keluar dari ruangannya. Bila dilihat dari raut wajah mereka yang tampak lelah, seperti biasa si bos mampu membungkam mereka. Karin sejenak menarik napas, dia harus segera mengabarkannya.

Dan setidaknya hal ini membuatnya sedikit terhibur mengingat dia selalu dikerjai habis-habisan kalau menyangkut Hinata.

.

.

.


Lima belas menit yang lalu...

Bagi Hinata, untuk mendatangi suaminya, dia harus bergulat dulu dengan batinnya. Semenjak tiga bulan lebih empat hari pernikahan mereka, Sasuke sama sekali tak menunjukan batang hidungnya.

Bukan berarti Hinata mengharapkannya, hanya saja ini sudah keterlaluan. Di tambah lagi isu yang berkembang serta teguran dari ayah mertua yang membuat Hinata tak berkutik.

Dan kini, akhirnya Hinata mengunjungi perusahaan Uchiha Corp dengan rasa cemas. Begitu kakinya telah menginjak lantai perusahaan, berbagai mata tertuju padanya. Seketika saja bulu kuduknya berdiri. Tatapan mereka seakan menelanjanginya. Mereka berbisik-bisik seolah ada bintang terkenal yang baru terkena skandal. Lalu berusaha menghindarinya karena takut terkena sialnya.

Hinata kemudian mendesah. Lalu mengukuhkan diri. Dia sudah menebak kalau kedatangannya bisa menghebohkan. Tak ada waktu memanjakan kekhawatirannya, dia harus fokus pada satu tujuan.

Setelah melewati lobi, Hinata bersegera menaiki lift. Dia tak perlu bertanya pada karyawati penjaga lobi karena dia sudah beberapa kali datang bersama almarhum Madara dulu. Walaupun ada perubahan pasca meninggalnya almarhum, ingatannya masih kuat sehingga dapat menuntunnya memasuki ruangan di mana tempat suaminya berdiam diri.

Lorong menuju ruangan direktur sepi seperti biasanya. Ruangan itu berada paling atas di bawah ruangan komisaris di bangunan ini. Hawa yang di keluarkan pun sangat berbeda dengan ruangan karyawan biasa. Begitu pun dengan luasnya. Dulunya ruangannya ini milik Uchiha Fugaku namun sekarang Sasuke yang menggantikannya.

Ada sedikit perubahan pada temboknya. Yang dulu berwarna putih kebiruan kini ditempelkan beberapa wallpaper dinding. Kalau menyangkut style, Sasuke punya seleranya tersendiri.

Begitu sampai, Hinata langsung disambut meja sekretaris yang juga berubah dari yang ia ingat. Kini lebih panjang sehingga dapat diduduki dua orang. Tak hanya itu, ia juga menemukan seseorang yang baru dilihatnya. Gadis itu duduk berdampingan dengan meja sekretaris suaminya -Karin. Hinata bisa menebak kalau Sasuke telah menambah seorang sekretaris.

Gadis itu pun tampak kaget melihat kedatangannya, sepertinya penjaga lobi tidak memberitahunya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" Tanyanya ragu.

"Dimana Karin-san?" Tanya balik Hinata yang seakan kenal baik dengan wanita itu. Kemudian Hinata melirik tag name gadis itu.

Fukuhara Sari.

"Karin-san ikut rapat bersama dengan Pak Direktur."

"Oh... jadi Sasuke-kun lagi rapat. Ternyata waktuku kurang tepat." Hinata sejenak melihat jam di tangannya, lalu tersenyum.

Sebentar lagi makan siang, pikirnya.

Gadis yang bernama Sari itu tampak sedikit kebingungan, apalagi setelah Hinata memanggil nama direkturnya dengan santai. Dia bertanya-tanya siapakah gerangan wanita di depannya ini. Dengan setelan kaos putih polos yang dibalut cardigan berwarna peach dan celana jeans, wanita itu tampak anggun. Namun dia berimbuh, "Tapi Nyonya sebentar lagi rapat akan selesai, anda bisa menunggu."

Tangan gadis itu lantas menunjuk dengan sopan letak sofa di mana para tamu biasa menunggu sebelum bertemu langsung dengan direktur.

Hinata lantas tersenyum.

"Ah, terimakasih..."

Sejenak Hinata menaruh kacamata hitamnya di kerah baju memberi sinyal seolah tengah menunjukkan identitasnya.

Sari sontak tertegun. Manik bulan itu seakan menghipnotisnya. Hingga buket bunga yang ditaruh wanita itu ke atas pun meja menyadarkannya.

Sekretaris baru itu jadi teringat sesuatu lalu berkesiap. Dia telah diberi informasi oleh seniornya tentang istri baru Sasuke. Sebelumnya dia pun juga diperingati tentang kedatangan tak terduga nyonya baru tersebut. Mengingat dia baru magang selama seminggu, seniornya berpesan agar dia tidak terlalu banyak bicara.

Hinata kemudian mendesah kecil. Kedatangannya ke kantor Sasuke pun hanya sekedar menaruh umpan ampuh supaya Sasuke datang ke rumah. Dia tidak berniat membahas persoalan hubungan rumit ini di kantor. Lagi pula siang ini dia harus menggantikan shift rekan kerjanya, jadi dia tak bisa berlama-lama.

"Sebenarnya sebelum ketemu Sasuke-kun, aku ingin bicara dulu sama Karin-san. Tapi, aku tak punya banyak waktu, apa setelah rapat Sasuke-kun ada schedule lain?"

Sari pun sontak mengambil buku memo.

"Tentu Nyonya, ada beberapa pertemuan dengan client sampai makan malam dengan Shion-" Ups! Sari sontak menutup rapat mulutnya.

Baru beberapa hari ini Sari telahmendapat tatapan tajam nan manis dari istri pertama bosnya -Uchiha Sakura- gara-gara menyebutkan nama aktris tersebut. Padahal itu juga pertama kalinya mereka bertemu. Dan sekarang ia tak tahu harus bersikap apa.

"Oh, begitu..." Terdengar hambar tanggapannya.

Shion lagi, huh?

Hinata pun bersegera mengambil buket bunganya lalu menatap seolah ada yang kurang.

"Baiklah aku menunggu di dalam saja," imbuhnya lagi sambil melemparkan senyuman maut yang membuat bulu kuduk sekretaris magang itu berdiri, "Sekalian juga tolong bawakan vas bunga kosong untukku."

"Ba-baik Nyonya."

Hinata lantas menatap kembali buket bunganya, lalu berbalas senyuman, kini Forget-Me-Not seakan tersenyum padanya.

Note :

Hinata : 25 tahun.

Sasuke : 28 tahun.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baby Breath (Sasuhina ffn) ch. 2